Kunjungi Tempat Ibadah Bersejarah, Mahasiswa/i PMM UKI Rasakan Hidup Harmoni dalam Keragaman Agama di Indonesia

Jakarta, Maret 2024. Dalam rangka kegiatan kebinekaan modul nusantara pada Sabtu (9/3), mahasiswa/i Pertukaran Mahasiswa Merdeka Inbound Universitas Kristen Indonesia (PMM UKI) Angkatan 4 melakukan kunjungan ke lokasi bangunan tempat ibadah bersejarah yang berdampingan sebagai simbol kerukunan beragama di Jakarta dan Indonesia. Di antaranya Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, serta Vihara Dharma Bhakti, Klenteng Toa Se Bio dan Gereja Santa Maria di kawasan Glodok, Jakarta Barat. Kegiatan yang bertemakan: “Harmoni Bergama di Jakarta, Wajah Damai Indonesia Kita” diikuti oleh 51 Mahasiswa/i dari berbagai perguruan tinggi di luar pulau Jawa yang saat ini berkuliah dan mengikuti program PMM di Universitas Kristen Indonesia selama 1 (satu) semester. 

Kunjungan tempat ibadah yang pertama adalah Masjid Istiqlal. Firman dari Biro Humas dan Protokoler Masjid Istiqlal menyambut dengan ramah dan antusias atas kehadiran mahasiswa/i yang ingin mengenal masjid nasional Indonesia bernama “Istiqlal” dari bahasa Arab artinya “kemerdekaan”, yang saat ini menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara dan salah satu yang terbesar di dunia.

 

Gambar 1 Di dalam Masjid Istiqlal

Arbi Ristiadi, mahasiswa program studi Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Pontianak memiliki kesan tersendiri setelah mengunjungi Masjid Istiqlal, karena ini kali pertamanya ia masuk ke dalam masjid dan merasakan megah, sejuk dan indahnya arsitektur bangunan Masjid Istiqlal. 

“Kesan saya mengikuti kegiatan ini sangat luar biasa, karena keindahan keragaman agama membuat hidup itu penuh warna. Walaupun kampung saya mayoritas umat Muslim tapi saya belum pernah masuk ke masjid, jadi ini adalah pengalaman baru bagi saya. Pesan dan harapan saya, bahwa dengan keberagaman agama di Indonesia ini,  untuk tahun-tahun selanjutnya Indonesia tetap hidup harmonis, rukun dan damai tidak ada lagi berita bakar membakar rumah ibadah maupun tolak menolak pendirian rumah ibadah.” ujar Arbi.

Gambar 2 Arbi Ristiadi

Setelah dari Masjid Istiqlal, kunjungan berlanjut ke Gereja Katedral Jakarta atau bernama resmi Gereja Santa Maria Diangkat ke Surga. Di sana mahasiswa/i tidak hanya melihat gedung di dalam dan luar gereja yang dibangun arsitektur gaya neo-gotik Eropa, tiga menara gereja yaitu Menara Benteng Daud, Menara Gading dan Menara Angelus Dei. Tetapi juga diajak oleh Humas Gereja Katedral yakni Lili dan Susyana Suwadie untuk ke Museum Katedral. Museum Katedral banyak memiliki koleksi benda umat Katolik yang menjelaskan sejarah dan perkembangan agama Katolik di Nusantara.

                                                                                                                                                                                   Gambar 3 Di Depan Bedug Besar Istiqlal
 
Berdampingnya Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal di kawasan Gambir, Jakarta Pusat terdapat alasan historis dari tokoh pendiri bangsa. Presiden Soekarno memutuskan untuk mendirikan masjid nasional di seberang Gereja Katedral agar memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia. Tak hanya berdampingan, terdapat terowongan penghubung antara dua rumah ibadah ini yang disebut dengan Terowongan Silaturahmi. 

Gambar 4 Di Gereja Katedral Jakarta

Setelah Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, mahasiswa/i PMM melanjutkan perjalanan ke kawasan Glodok untuk mengunjungi tiga tempat ibadah sekaligus yang berdampingan di Jalan Kemenangan III Glodok, Jakarta Barat, yaitu Klenteng Toa Se Bio, Vihara Dharma Bhakti dan Gereja Santa Maria De Fatima. 

Kunjungan tempat ibadah yang pertama di kawasan Glodok ini adalah Klenteng Toa Se Bio atau, disebut Klenteng Duta Besar (Toa Se Kung) atau Da Shi Miao/Feng Shan Miao yang merupakan tempat ibadah bersejarah dan salah salah satu yang tertua di Jakarta. Diperkirakan usia Klenteng Toa Se Bio ini sekitar 400 tahun. Angka tahun pendirian ini diketahui melalui meja Hio Louw tertulis tahun pembuatan bangunan ini, yaitu tahun 1754. Klenteng ini memadukan bangunan beton dan kayu yang lebih dominan pada bagian depannya. Terdapat banyak ornamen naga yang melilit di beberapa bagian bangunan. Nyala lilin dari yang besar sampai yang kecil terus menyala sepanjang waktu. Klenteng ini menjadi tempat puja sekitar 20 dewa sehingga diperuntukkan bagi penganut ajaran Tri Dharma, yaitu Konghucu, Taoisme, dan Buddha. 

Gambar 5 Di Klenteng Toa Se Bio

Setelah itu, mahasiswa/i berjalan kaki dari Kletenteng Toa Se Bio yang menuju Vihara Dharma Bhakti yang lokasinya sangat berdekatan.Vihara Dharma Bhakti adalah vihara tertua di Jakarta yang dikenal dengan nama lainnya Kim Tek Le yang berati secara harfiah adalah Kebajikan emas. Vihara ini dibangun pada 1650 oleh Letnan Tionghoa bernama Kwee Hoen. Nama itu disematkan demi mengingatkan manusia supaya tidak cuma mementingkan kehidupan materialisme, tapi juga mengedepankan kebajikan antar sesama manusia. Dalam perkembangannya, masyarakat sektiar mengenalnya dengan sebutan klenteng Petak Sembilan atau vihara bercorak Buddhis-Taois. Vihara Dharma Bhakti sejak lama dikenal sebagai pusat perayaan hari-hari raya Tionghoa di Jakarta.

Gambar 6  Di Vihara Dharma Bhakti

Natalia Tomhisa, mahasiswi program studi Akuntasi Universitas Pattimura, Ambon, Maluku, mengungkapkan kesannya setelah mengujungi Vihara Dharma Bhakti dan Klenteng Toa Se Bio. “Di Maluku sendiri jarang saya dapati orang yang beragama lain selain Muslim dan Kristen oleh karena itu saya baru pertama kali menginjakan kaki kesana," cerita Natalia.

"Kesannya adalah saya sangat suka dengan arsitektur dari Vihara dan Klenteng. Menurut saya itu sangat detail jadi masih kental terasa etnis Tionghoanya dari nama-nama tempat dan para pengujungnya yang mayoritas beretnis Tionghoa. Ternyata apa yang saya lihat di film sama persis seperti aslinya,”tuturnya. 

Natalia bercerita akan toleransi di daerah asalnya yakni Maluku, telah membaik dan bertumbuh. “Setiap hari raya masing-masing agama, kami sangat bergembira dan sangat bertoleransi satu sama lain. Contoh saat bulan puasa Umat Muslim berjualan takjil di depan masjid dan yang membeli kebanyakan justru dari Umat Kristen. Atau seperti arak-arakan malam takbiran pasti umat Kristiani akan meramaikan dengan tiupan torompet gereja, begitula pula sebaliknya. Jadi saat datang ke tempat-tempat ibadah di Jakarta, saya melihat keramahan mereka dan betapa terbukanya mereka saat kita wawancara, menurut saya sudah lebih dari cukup,” ujar Natalia.

Gambar 7 Natalia Tomhisa

Setelah mengunjungi Klenteng Toa Se Bio dan Vihara Dharma Bhakti, tujuan terakhir kunjungan ibadah ini adalah Gereja Katolik Santa Maria yang juga berada di Jalan Kemenangan III. Gereja  ini menjadi satu-satunya bangunan gereja yang menggunakan arsitektur Cina di Jakarta. Ornamen dengan perpaduan warna merah, kuning, dan emas mendominasi bangunan. Lengkap dengan dua buah patung singa atau patung kilin yang diletakkan pada bagian bangunan utama, yang melambangkan kemegahan. Gereja Santa Maria de Fatima berdiri di tengah permukiman penduduk yang padat. Dengan meneladan Santa Maria yang baik, lemah lembut, dan mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati, Gereja melaksanakan karya pastoral agama Katolik sambil tetap menjaga kerukunan dalam hidup bermasyarakat. Gereja selalu mengupayakan kedamaian dalam keberagaman budaya dan kepercayaan. 

Gambar 8 Di Gereja Santa Maria de Fatima

Haposan Sahala Raja Sinaga, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia sekaligus Dosen Modul Nusantara di kegiatan ini, menjelaskan, “Tujuan program pertukaran mahasiswa merdeka ini tidak hanya memperluas pengetahuan akademis mahasiswa, tetapi diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan wawasan kebangsaan, meningkatkan pemahaman mahasiswa pada keberagaman suku, agama, ras, dan antargologan (SARA) dan semangat persatuan. Serta mengembangkan perjumpaan dan dialog  intensif dalam keberagaman dan sikap saling memahami sehingga tercipta penguatan persatuan.”

“Khusus kegiatan Modul Nusantara bertujuan untuk memaksimalkan ruang jumpa mahasiswa, menambah pemahaman, dan mengendapkan makna toleransi. Di kegiatan ini, mahasiswa akan belajar mengenal kekayaan kebudayaan nusantara yang berasal dari berbagai golongan, suku, ras, agama, dan kepercayaan. Semoga kegiatan kebinekaan modul nusantara ini dapat memperlihatkan harmoni beragama di Jakarta sebagai wajah damai Indonesia kita,” ujar Haposan.
 

Share this Post

ID | EN